“ketika kita dipertemukan, kelak pasti akan dipisahkan” keluhnya di momen manis yang seharusnya hanya ada tawa dan bahagia kala itu.
“aku setuju, tapi perpisahan mampu mendewasakan dan menguatkan jalinan ikatan yang sudah ada” timbalku padanya, berusaha membuatnya tersenyum tapi tidak berhasil
“ketika kita bertemu, kita belum saling mengenal. Lalu ketika kita saling mengenal dan merasa cocok kedekatan itu akhirnya hadir dan pasti munafiknya seolah menerima saja perpisahan yang nanti akan terjadi. Apalagi jika sedari awal kita sudah tahu bahwa pertemuan ini terbatas dan sudah jelas akan sampai mana” tambahnya
“ya aku percaya. Tapi harusnya kita lebih percaya pada prinsip yang kita pegang masing-masing. Apakah perpisahan membuat segalanya benar-benar berakhir atau justru ada hal lain yang lebih digali dan diperkuat?” aku mencoba meyakinkan “dan lagipula aku bukan orang yang seperti kamu piker pada umumnya, percayalah. Ketika benar orang itu mempunyai arti dalam hidup, selamanya dia tidak bisa dihapuskan karena akan selalu abadi dalam kenangan sekalipun tidap pernah lagi dipertemukan”
“semoga apa yang kamu katakana itu benar adanya ya” kita dia mencoba pasrah karena tahu aku sangat kekeh
Sore itu, bukan pertemua terakhir kami. Bahkan di satu waktu yang dikatakan sebagai perpisahan sebetulnya itu bukan benar-benar waktu kita tidak pernah bertemu lagi, aku mencoba menemuinya kembali sebelum akhirnya bukan ia yang lebih dulu pergi kembali ke dunianya tapi aku yang harus pergi karena satu urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Ini seolah akulah yang pergi meninggalkan, padahal nyatanya aku tetap akan diam di tempat yang sama dan dia hanya kembali ke tempat yang seharusnya.
Dari pertemua itu, sejak perpisahan itu seharusnya memang lenyap sudah kisah yang telah lalu karena tidak ada lagi urusan antara aku dan kamu. Bukan hanya saja, tapi benar adanya bahwa kamu bukan sekedar yang telah lalu melaikan harus diingat selalu. Aku selalu berusaha membuatmu tetap meyakini keberadaanku malau hanya di dunia palsu, ya dunia maya dengan segala kepalsuannya yang bukan berarti juga bahwa aku adalah seorang pemalsu.
Bertahun tahun lamanya hingga hari ini, detik ini, aku tetap berusaha meyakinkan bahwa aku ada di dekatmu. Meskipun rasa jenuh itu kadang hadir, terlebih untukku yang senang menyelami dunia kesendirian, menyepi dan mencoba mewawancarai diri sendiri. Aku suka sendiri.
Beberapa hari lalu, aku mengingatkanmu bahwa aku setia pada janji itu. Bahwa perpisahan bukan berarti mengakhiri karena pun manusia yang sudah meninggal masih meninggalkan bekas, entah itu amal jariyah yang baik atau sebaliknya. Naudzubillah, semoga kita terhindar dari hal yang kedua itu.
Dan janjiku bukan hanya sampai hari ini, tapi akan aku bawa sampai nanti. Entah kapan itu. Bukankah manusia ketika nanti di alam akhirat akan meminta dipertemkan dengan orang yang dikenalnya, setidaknya jika nanti aku di neraka bisa memintamu untuk memohon kepada Allah agar aku dipindahkan ke surga. Itulah pertemua yang sebetulnya kita harapkan sekalipun selama ini terpisahkan oleh jarak dan waktu.
Orang terdekat bukan hanya mereka yang selalu ada ketika susah dan senang, tapi dia yang mau menjemput dari neraka menuju surga.
Jangan pernah mencela pertemuan hanya karena membenci perpisahan, sejatinya kita akan terus meminta untuk dipertemukan kembali. Sampai jumpa di waktu yang paling tepat untuk kita kembal bertatap muka, bertukar cerita dan berbagi semangat satu sama lain. Terimakasih sudah mau bertemu dan menyapa, sehingga ada aku dan kamu yang menjadi kita.
Sampai jumpa.
Comments
Post a Comment