sebagai santri saya juga ingin berkontribusi untuk bangsa. Bertepatan di hari santri nasional ini saya ingin menuliskan opini saya mengenai santri khususnya mengenai santri millenial.
Oh ya, ketika saya cari tahu mengenai santri millenial di internet ternyata sudah ada bukunya, tapi saya belum sempat baca so kali ini saya murni opini sendiri dan mungkin di lain kesempatan saya akan sedikit mengupas isi dari buku Santri Millenial karya tersebut. Okey lanjut boleh yaa.
Kalo berbicara millenial sebetulnya menurut apa yang saya ketahui bahwa millenial ini adalah generasi yang lahir antara tahun 90an sampai sebelum 99. So, sebetulnya saya bukan generasi millenial tapi generasi z karena saya lahir tahun 99.
Secara tidak langsung jika berbicara tantang millenial pasti pikiran kita langsung tertuju pada modernisasi dan kemudahan-kemudahan yang ada di zaman ini. Setuju? Yaa, tentu hal lainnya juga, secara garis besar itulah yang nalar saya tangkap.
Lalu bagaimana dengan santri millenial? Apa yang membedakan mereka dengan santri jaman old?
Saya yakin sangat banyak pondok pesantren di Indonesia yang sudah punya akun sosial medianya maisng-masing. Hhhmh, ini sedikit bukti bahwa sebetulnya santri zaman now sudah mengalami banyak perubahan, terlebih setelah diputuskannya Hari Santri Nasioanl oleh presiden Joko Widodo dalam UU. No.
Mungkin itu contoh yang kedua dan sedikit alasannya.
Tidak jarang banyak santri yang merasa kesulitan dalam menjalankan dakwahnya jika tetap dengan menggunakan metode lama, bagaiamanapun objeknya sudah mengalami perubahan ya si subjek juga harus mengikuti agar ada bisa selaras dan tercipta jalinan yang hubungannya jelas dan seimbang.
Santri millenial sudah seharusnya mampu melihat celah di manapun untuk berdakwah, apalagi jika banyak sekali terjadi kemungkaran yang ada di sana. Contohnya yang sangat jelas kita lihat setiap hari adalah sosial media, betapa di sana banyak sekali sarang-sarang syetan yang bisa menjerat manusia untuk berpaling dari Tuhannya kapan saja dan di mana saja. Maka peran santri adalah memanfaatkan hal tersebut untuk menjadi media dan tempat untuk berdakwah agar hal negatif bisa digeser dengan hal positif.
Sebagaimana hadist
“bumi ini semakin kacaw bukan karena banyaknya orang yang dzalim tapi karena diamnya orang baik”
Maka santri ya harus beraksi, jangan hanya diam saja melihat kemungkaran. Yaa, meski dalam hadist yang lain dijelaskan jika tidak mampu dengan lisan maka dengan hati juga cukup, tapi apakah sesulit itu untuk memposting hal baik di sosial media pribadi? Setidaknya teman sosial media kita mendapatkan hal positif dari setiap apa yang kita tunjuukan di seosial media. Bukan begitu?
Oh ya, saya juga meminta untuk emngingatkan jika ada kata dan kalimat saya yang salah atau keliru. Semoga Allah menolong kita untuk tetap berbuat baik, mengingatkan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Aamiin
Baik, kita lanjutkan ya.
Peran santri millenial.
Jika kita lihat dan perhatikan dengan jeli bagaiaman sosmed sangat berpengaruh saat ini, satu hal yang dulu dianggap biasa dan hal yang mungkin tidak ada nilainya hari ini bisa saja menjadi viral lalu terkenal dan merajalela di sana sini. Contoh, challenge. Yaa challenge apapun itu.
Saya suka dengan gebrakan yang dilakukan oleh mbak nunu zoo yang mencoba untuk melawan challenge yang gaada manfaatnya itu dengan challnge untuk mengingatkan kebaikan. Saya juga sangat setuju dengan yang diucapkannya “kalo hal yang lucu bisa disertai dengan dakwah kenapa harus sama hal yang negatif dan tidak mendidik” damm. Good, very agree.
Maka, menurut saya sebagai santri millenial kita harus mampu melihat di mana ada peluang untuk berdakwah, terlebih ketika melihat ada kedzaliman dan keburukan yang malah dianggap sebagai hal yang lucu atau viral dengan ketidakbenarannya. Oh, sungguh miris.
Kuy, santri millenial membuat gebrakan dan gerakan untuk mampu meningkatkan kualitas pemuda Indonesia untuk Indonesia yang lebih baik lagi.
Jangan biarkan yang viral adalah hal yang tidak ada manfaatnya, mari santri menjadi pelopor untuk sesuatu yang viral dan memiliki nilai manfaatnya.
Oh ya, saya juga kagum dengan santri yang tidak pernah malu menunjukan identitasnya sebagai santri meskipun di zaman modern ini seperti tetap menggunakan peci dan sarung. Hmh, santri itu sarungan dan kopiahan.
Sekali santri tetap santri dan sebagaimana yang diisampaikan gus mus bahwa santri itu yang berakhlak seperti santri meskpiun tidak pernah mondok.
Santri millenial mana suaranya?
Sudah siap kan untuk menjadi pelopor perubahan bangsa? Gak lupa lah pasti kalo dulu yang berjuang hingga Indoneisa merdeka adalah banyak dari kalangan santri.
Merebut kemerndekaan aja bisa, maka harus bisa juga mempertahankan dan mengisi kemerdekaan untuk kemajuan bangsa agama dan negara.
Jayalah santri, jayalah Indonesia
Mungkin itu saja sih dari saya, sisanya mungkin nanti akan saya tulis di blog berikutnya.
Okey, semoga ada manfaat yang bisa diambil. Saya hanya menulis apa yang ada di pikiran saya dan jika ada kekeliruan saya mohon maaf. Sesungguhnya kebenaran hanya milik Allah dan kesalahan itu datang dari diri saya sendiri. Samapi jumpa di tulisan berikutnya.
Comments
Post a Comment