Sebetulnya sudah sangat sering saya mengikuti acara dengan tema Empat Pilar Kebangsaan, tapi rasanya tidak cukup hanya satu dua kali saja karena untuk benar-benar menanam dan menumbuhkan rasa kebngsaan itu butuh waktu dan pemahaman yang lebih. Saya sadar, seringkali justru mungkin sikap saya selama ini kurang mencerminkan rasa nasionalisme yang sepatutnya saya lakukan. Kadang saya merasa cukup saya saja yang tahu bagaimana dalamnya rasa ini untuk Indonesia tanpa memperlihatkannya kepada orang di sekitar. Padahal itu pemikiran yang keliru, bukankah iman itu bukan hanya diyakini di hati tapi juga harus dilafadzkan di lisan dan dibuktikan dengan perbuatan. Maka demikian pula lah rasa nasionalisme kita terhadap negara tercinta Indonesia.
Tema yang saat itu diangkat adalah “Merawat Indonesia dengan 4 Pilar Kebangsaan”. Dari judulnya saja merawat, sudah tahu kan kalo merawat itu dilakukan ketika keadaan sedang tidak sehat, maka itu artinya keadaan Indonesia saat ini tidak sedang baik. Menyedihkan memang, tapi begitulah adanya. Ini juga yang menjadi alasan kenapa saya harus mengikuti acara ini, penting untuk seorang yang mengaku berwarga negara Indonesia dan khususnya bagi mereka pemuda yang katanya akan menjadi penerus bangsa ini, yang kelak akan memabangun Indonesia dengan segala potensi yang dimiliknya. Semoga.
Karena ini mengenai empat pilar kebangsaan, maka saat itu yang dihadirkan adalah juga empat narasumber dengan bahasanny masing-masing. Yang sangat saya sukai adalah dari kang Aat, mungkin karena beliau ini seorang seniman yang cara penyampaiannya juga tentu berbeda dengan narasumber lain yang pekerjaanya memang di dunia sosial dan politikk. Selalu menarik meang bagi saya untuk mendengarkan pendapat dari seorang seniman, selalu ada opini yang menggelitik dan membuat saya berakata oh ternyata begitu yaa, oh ternyata bisa yaa, oh padahal, dan lain sebagainya. Saya juga jadi teringat dengan salah satu tokoh seniman idola saya yaitu Sujiwo Tejo, si presiden Jancu.
Karena acara yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Mahasiswa Bandung itu berlokasi di Kesbangpol Jawa Barat, maka salah satu narasumbernya saat itu adalah dari KESBANGPOL juga tepatnya ketua FKMD Jawa Barat yaitu pak Iwan Riswantara, S.E.. Dan dua narasumber lainnya yaitu pak Zainal Arifin dan mas Bana.
Kali ini saya hanya akan menyimpulkan dari apa yang disampaikan oleh kang Aat karena menurut saya itu sudah bisa mewakili bagaimana cara kita sebagai pemuda untuk merawat Indonesia dengan 4 pilar kebangsaan. Mohon dibenarkan jika ada yang keliru yaa.
Yang kang Aat sampaikan saat itu ialah bahwa beliau ingin berbagi kisah hikmah dengan mengingat kembali apa yang sudah kita ketahui.
Merawat nasionalisme artinya dengan ekspresi cinta tanah air, dan di tanah Sunda sendiri kita sudah mengenal istilah silih Asih, silih Asuh dan silih Asah. Mungkin begitulah kiranya bagaimana nasionalisme itu dibuktikan.
Sebelum bisa mencintai, kita terlebih dahulu harus mengenal. Maka beliau menagajak kami untuk mengenal lebih tentang Indonesia, yang mungkin selama ini kami hiraukan atau bahkan tidak kami ketahui sama sekali. Terlalu.
Jika kita berbicara Indonesia dan melihat peta, maka hanya akan ada beberapa warna saja. Beda ketika kita melihat peta Nusantara, di sana kita akan menemukan banyak warna yang beragam yang jumlahnya amat sangat banyak. Maka jika kita mengatakan Indonesia itu hanya sebatas wilayah administratif, tapi ketika berbicara tentang Nusantara maka berbicara tentang rumah nusantara yang memiliki wilayah budaya, puzzle yang asri.
Ada satu pertanyaan yang beliau ajukan ke kami peserta seminar saat itu. Apakah kalian tahu ada pulau x, atau pulau y atau pulau z-ya saya sendiri bahkan lupa apa nama pulau itu dan tidak sempat menuliskannya-dan sontak saja kami mejawab mana kami tahu ada tempat itu. Rupanya beliau pernah mengunjungi tempat itu dan tempat lainnya di Indonesia yang bahkan tidak ada dalam peta wilayah Indonesia itu sendiri. Bagaimana menurut kamu?
Siapakah orang Indonesia?
Yaitu siapapun yang mengakomodasi budayanya.
Menghargai NKRI
Menghayati Bhineka Tunggal Ika
Mengamalkan Pancasila
Ada sebuah puisi yang yang saya ingat
Jangan Panggi Aku Cina atau Pribumi atau Pendatang. Panggil Aku Indonesia
IDN TV
Jangan panggil aku Cina
Panggil aku Indonesia
Jangan panggil aku pribumi
Panggil aku Indonesia
Jangan panggil aku Arab atau India ataupun pendatang
Panggil aku Indonesia
Terlalau sering kita menyaksikan permusuhan terjadi yang mengatas namakan satu ras
Terlalu sering kita melihat diskriminasi terjadi yang berlandaskan pada ego dan kesombongan semata
Terlalu sering kita mendapati kebencian terjadi karena satu pihak menjunjung tinggi satu agama dan merendahkan agama lain
Mengapa itu semua harus terjadi?
Mengapa harus ada diskriminasi yang mengatas namakan satu suku ataupun ras?
Mengapa harus ada kebencian terhadap sebuah perbedaan yang seharusnya indah?
Mengapa harus ada fitnah yang keji dan mengorbankan nyawa dari saudara kita?
Mengapa harus ada permusuhan yang merendahkan agama lain?
Memang siapa kita? Apakah kita Tuhan?
Apakah kita yang memiliki Indonesia?
Apakah kita yang membangun Indonesia?
Apakah kita yang merebut Indonesia dari penjajah dan rela mati demi kemerdekaan Indonesia?
Tidak!
Indonesia tidak dibangun oleh satu suku, satu orang, satu ras, satu agama, maupun satu golongan
Indonesia dibangun oleh perbedaan
Indonesia dibangun oleh semangat pantang meyerah para pahlawan kita
Indonesia dibangun oleh kegigihan oleh pemuda pemudi yang rela mati demi melihat sang saka Merah Putih berkibar di angkasa
Indonesia bukan milik satu golongan saja
Indonesia bukan milik pejabat negara, keturunan ningrat maupun konglomerat
Indonesia bukan milik kaum Muslim, Kristen, Katolik, Hindu, Budha maupun Konghucu
Indonesia adalah milik kita bersama
Ingatkah kamu dengan semboyan negara kita Bhineka Tunggal Ika
Marilah kawan jangan pernah membedakan satu sama lain
Jangan pernah merasa lebih tinggi daripada yang lain
Jangan pernah merasa lebih memiliki negara ini daripada yang lain
Dan jangan pernah mengatasnamakan agama dan ras untuk memporak porandakan dan memecah belah negara tercinta kita
Tanah air Indonesia
Karena indonesia dibangun dan besar bukan oleh persamaan, melainkan oleh perbedaan
Karena di dalam diri kita semua, kita adalah Indonesia
Kita adalah satu,
Satu Indonesia
Sebuah ekosistem yang setimbang, setara dan harmoni akan menciptakan kebudayaan yang maju ataupun mundur, atau sekedar jalan di tempat dan dari sana akan lahir sbuah peradaban baik itu peradaban yang tinggi atau peradaban yang rendah.
Keberhasilah adalah akibat dari meniti proses yang benar. Maka dari itu marikita sama-sama meniti proses yang benar. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
Ada sebuah nasihat yang sering kita dengar di tanah sunda, yaitu sebagai berikut:
Nyaho can tangtu ngarti
Ngarti can tangtu bisa
Bisa can tangtu tuman
Tuman can tangtu mgajadi
(Abah Iwan Abdulrachman)
Makasudnya ialah setiap tahapan harus kita lewati dan jalani. Biarlah perlahan tapi pasti.
Sebelum mengakhiri materi, beliau mengajak untuk sama-sama berdo’a. Berikut saya tuliskan dan silahkan hayati dengan baik.
Jangan matikan kreativitas kami
Jangan lumpuhkan akal sehat kami, dan
Jangan tumpulkan empati kami.
Bertepatan saat itu satu hari sebelum hari Sumpah Pemuda, di akhirn acara kami juga bersama-sama melafalkan sumpah pemuda. Rasanaya hati ini selalu bergetar dan rasa cinta akan tanah air semakin saja bergelora dan membara. Semoga akan tetap terus seperti ini hingga akhir nafas tiba.
Kami puta dan putri Indonesia
Oh ya, setelah acara ini selesai saya langsung menuju ke ciwalk untuk menghadiri acara Millenials Festival, alhamdulillahnya meskipun agak sediki terlambat tapi belum masuk ke acara inti. Untuk tahu selengkapanya apa aja di Millenials Festival bisa cek di postingan setelah yang ini yaaa.
Oke, sekarang dicukupkan dan semoga ada manfaat dan hikmah yang bisa diambil dadaaah.
Comments
Post a Comment