Kota Kembang, 20 September 2018
Hari ini aku mulai mengumpulkan fazel-fazel Allah yang telah Ia siapkan untukku. Aku tidak tahu akan seperti apa, tapi aku yakin inilah jalan yang Ia ridhoi untukku setelah berbagai ujian yang aku lewati, aku percaya di depan Allah sudah menyiapkan kejutan-kejutan indah. Jadi, untuk apa aku kecewa pada diri sendiri.
Tugas manusia adalah berusaha dan Allah yang menentukan hasilnya.
Belum satu hari aku di sini, Allah sudah mengingatkanku pada kematian. Seorang bapak yang aku juga gak pernah tau, hanya saja tadi pas beli nasi kuning untuk sarapan aku mendengar kabar bahwa dia meninggal. Baru saja. Dia tinggal di belakang rumah yang menjadi tempat tinggalku sementara di sini, ya kosan. Yaa Allah, dua hari yang lalu sebenernya aku udah nulis tentang pengalaman mengenai kematian tapi belum sempat diposting.
Mungkin ini pertanda.
Pertanda bahwa aku adalah manusia yang lalai akan amal ibadah dan seringkali hanya fokus terhadap kehidupan dunia yang padahal tidak ada apa-apanya. Aku sering lupa bahawa kematian bisa terjadi kapan saja kepada siapa saja. Bukankah setiap yang bernyawa pasti akan meinggal? Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an
وما كا ن لنفس ا ن ثمو ت الا باء ذ ن اللله كثابا مؤ جلا
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” )03:145)
كل نفس ذائقة لمو ث
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati” (03:185)
ا ينما ثكو نوا بدرككم ا لموث ولوكنتم في بروج مشيدة
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng tinggi lagi kokoh” (04:78)
Kadang aku berfikir apa yang akan terjadi empat tahun yang akan datang. Aku masih belum bisa melihat bayangannya, bagaimana mungkin juga, hari esok yang lebih dekat saja aku tidak pernah tahu akan seperti apa alur ceritanya. Seharusnya aku tidak pernah khawatir dan selalu percaya bahwa Allah telah menyiapkan segalanya. Lagi dan lagi, manusia hanya bisa berencana sementara yang menentukan adalah Allah SWT. Dan bukankah Allah itu lebih dekat daripada urat nadi kita? . Jangankan untuk samapi hari esok, siapa yang tahu kematian lebih dahulu datang daripada detik yang belum terjadi.
Berandai-andai, lagi dan lagi. Seharusnya hal itu tidak pernah aku lakukan, itu hanya membuat luka di hati ini semakin salam saja, disamping menurutku hal itu hanya bentuk ketidakbersyukuranku atas Takdir Tuhan. Astaghfirullahal adzim, Yaa Allah. Tidak ada manusia yang luput dari khilaf dan dosa, tapi bukanlah manusia yang beriman jika dia tahu itu salah dan tidak memperbaikinya.
Ini bukan yang pertama aku tinggal jauh dari keluarga. Hanya saja, ternyata rasanya menjadi mahasiswa yang tinggal di kosan sangat jauh berbeda dengan menjadi seorang santri yang tinggal di pondok pesantren. Yaa, ternyata. Kata itu memang pernah aku duga tapi baru benar-benar saat ini aku merasakannya.
Sebagai manusia yang bertuhan, aku percaya bumi ini milik-Nya. Di manapun aku bernafas, berpijak, di sana telah Allah sediakan untukku sebuah kehidupan. Allah tidak pernah tidur untuk mendengar keluh kesah hambanya, Allah tidak pernah lupa untuk memberikan rezeki kepada seluruh makhluknya, Allah maha segalanya, untuk apa takut hidup di dunia milik-Nya.
Di kota ini, aku inign berkembang tidak stag di satu anak tangga. Dan seharusnya aku bisa berlari untuk mengejar ketertinggalan, bukan untuk menyetarakan tapi untuk mengalahkan ego dan ambisi diri sendiri. Bukankah setiap orang punya alasan dan cara berbeda dalam mengambil langkahnya.
Sekalipun banyak rencana yang aku buat tidak pernah tercapai, tapi aku percaya ada saat yang tepat untuk meraih itu semua. Aku hanya perlu bersabar dan tetap iktiar dan berdo’a. Setiap hal yang terjadi dalam hidup terjadi sesuai waktu dan jamnya masing-masing. Segala sesuatu terjadi dengan kecepatannya masing-masing. Seperti apa yang disampaikan Einstein “Tidak semua yang diperhitungkan dapat dihitung, dan tidak semua yang dapat dihitung dapat diperhitungkan”
Perjalanku di sini masih panjang, aku hanya ingin terus bisa mejadi lebih baik dan lebih baik lagi. Semoga kalian tidak pernah bosan membaca cerita-ceritaku, semoga ada banyak hal yang bisa kita pelajari bersama dan setiap hembusan nafas yang aku hirup di kota kembang ini, Bandung.
Kota kembang, dengarlah lirih hatiku di setiap malammu. Ada banyak harapan yang aku ingin tumbuhkan di sini. Aku harus berkembang di kota kembang ini.
Sampai jumpa di postingan berikutnya.
Comments
Post a Comment