Kalau dulu zaman di mana sosial media belum setenar sekarang ini, sering sekali terdengar nasihat untuk menjaga mulut, karena di sana ada daging yang tak bertulang.
Kenapa?
Karena dari sanalah pujian bisa dilemparkan bahkan celaan bisa muncul begitu saja. Permasalahannya di mana? Yang namanya ucapan yang sudah keluar ya gak bisa di tarik lagi ke dalam. Hanya dengan permintaan maaf mungkin perasaan sakit ketika orang yang mendapatkan celaan itu akan hilang.
Betapa mulut bisa menjadi surga dan neraka bagi seseorang, tergantung bagaimana membawakannya.
Sekarang mungkin banyak orang sudah mengabaikan dan acuh saja dengan nasihat ini, karena berdalil bahwa kini gue diam, ya memang justru saat ini orang lebih banyak diam dalam mulutnya, tapi betapa berkoar-koarnya tulisannya di media sosial.
Gampang banget kita menemukan berbagai hujatan dan ujaran kebencial sebagainya di media sosial dengan beberapa ketukan jempol saja. Ya, jempol, ibu jari ini yang kini bisa menguasai hampir semua aspek yang ada di dunia ini.
Seseorang cukup dengan menggerakan ibu jarinya di layar canggih smartphone untuk mengetahui situasi dan kondisi suatu tempat yang jauh sekalipun.
Dengan jari itu pula seseorang begitu dengan mudahnya merangkai pujian bahkan ujaran kebencian yang tidak layak dan tidak sepatutnya menjadi budaya di media sosial.
Kenapa saya bilang budaya? Karena dari kacamata saya, kayaknya begitu mudahnya untuk menuliskan ujaran kebencian itu begitu saja tanpa berfikir panjang-padahal jejak di media sosial itu sulit untuk di hapus-akan efek yang bakal mereka dapet dengan menuliskan kata-kata yang tidak sopan tadi.
Bukankah etika sopan santun seseorang itu harus dibawa kemana dan kapan saja, sekalipun di dunia abstrak seperti media sosial sekalipun.
Miris memang kalo kita liat gimana banyaknya pemuda zaman now yang menyalahgunakan fungsi media sosial yang seharusnya. Ingat, tidak semuanya tapi kebanyakan seperti itu. Semoga kedepan makin banyak lagi yang aware dengan situasi ini.
Bukan cuman ujaran kebencian tapi juga berita palsu menyebar luas di media sosial. Ini bener-bener bahaya kalo terus dibiarin berkembang biak di media sosial, bagaimana nasib negeri ini jika pemudanya tidak mempunyai etika dan prinsip dalam menggunakan sosial media.
Yang lucunya dalam masalah ujaran kebencian ini adalah kebanyakan bahkan hampir kebanyakan dari orang yang mengetikkan kata-kata yang seoalah dirinya paling hebat dari siapapun, seolah dirinyalah yang paling benar dan orang lain selalu salah, adalah orang yang justru dalam kehidupan nyatanya tidak begitu banyak bicara dan seorang pendiam.
Ya, mereka adalah orang yang ingin tampil gagah di media sosial karena mungkin merasa dalam dunia nyata mereka tidak bisa sehebat di media sosial. Entahlah, saya pun tidak mengerti dengan mereka ini, ya mungkin nanti saya akan melsayakan sosial eksperimen.
Dan ini beneran loh guys, buktinya adalah banyak orangtua yang membawa anaknya ke kediaman K.H Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus) karena tau anaknya menuliskan komentar yang tidak seharusnya kepada beliau ini.
“saya takut kalo anak saya kualat Gus”
Miris banget kan?
Ketika seorang raja bisa di hina karena rasa tidak suka, seorang ahli ilmu di benci karena rasa iri dan lain sebagainya, bahkan ulama yang harusnya dimuliakan dicaci maki. Mereka melsayakan apa yang ingin di lsayakan di media sosial.
Intinya di tulisan kali ini saya secara pribadi sebagai manusia mengajak kalian untuk sama-sama menggunakan media sosial dengan bijak, ciptakanlah dunia media sosial yang nyaman dan menyenangkan, tak usah membuat kegaduhan dan janganlah menyebarkan berita bohong.
Kita sudah sama-sama udah dewasa, tau mana yang baik mana yang buruk dan mana yang seharusnya yang kita lsayakan dalam menggunakan media sosial di zaman now.
Saya juga mengajak kalian untuk mengajak yang lain dan untuk terus menyuarakan pemuda anti hoax dan hate speech.
Dan mari kita gunakan media sosial-ini dari namanya aja udah jelas loh, media. Jadi ya gunakanlah sebagai media dalam bersosial-dengan arif dan bijak.
Comments
Post a Comment