Coba Berhenti Sekali Aja

Image
Tidak Ada batasan I Have my Own Timeline And You Have Yours di umur yang sekarang, seberapa sering ngebandingin hidup sendiri sama kehidupan orang lain? mau sampai kapan kita terus terperangkap dalam jebakan-jebakan hubungan sosial macam ini ga capek, selalu menjadi variabel dependen dalam penelitian kuantitatif untuk dibeberkan perbandingan-perbandingannya? Please STOP! kita lahir di waktu dan tempat yang berbeda kelak, kita mati di waktu dan tempat yang berbeda pula kalo sama? its just a part of the art of life soal proses, kita punya cara dan jalan masing-masing Ketika ada yang sukses dan ingin mencapai titik kesuksesan yang sama, kita berada pada titik start yang berbeda, maka prosesnya juga beda, step by stepnya, mile stonenya, and others Menjalani hidup sebagai orang dewasa memang tidak mudah, lebih mudah melihat orang lain daripada menjalani kehidupan sendiri, rasanya. Tulisan ini masih akan berlanjut, I'll be back for my self and you can read it or share to others

Make Live Up




Aku emang santri, tapi santri zaman now hahaa jadi agak gaul dikit lah. Malem jum’at kemaren kita sepondok pergi ke GGM buat menghadiri acara Majalengka bersholawat. Ada rasa bahagia sama bangga di hati tapi juga banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiran.

Sekarang ini adalah zaman akhir, tapi di tempat ini bisa menjadi saksi bahwa masih banyak orang yang sadar sama perubahan zaman. Tapi, sedih kalo liat di luar sana, apa yang bisa dilakuin buat ngajak mereka supaya bisa dengerin nasihat para ulama. Apa coba? Iya sih aku juga sadar kalo diri ini belum bisa, belum pantes lebih tepatnya. Tapii, aah, hati ini bilang begitu.

Mereka, orang-orang di sekitar yang sama-sama hadir di tempat ini, pasti mereka lebih banyak kebaikannya. Mau sampe kapan diri ini kek gini terus? Hidup cuman nambahin dosa aja. Ya Allah, padahal mati aja ga tau kapan dan bisa jadi secepatnya tapi tetep aja yang dipikiran banyak urusan duniawi. Astaghfirullah

Kalo diitungin satu-satu amalan selama hidup, pasti banyanknya dosa semua.

Walaupun sibuk ngelamun, telinga ini tetep dengerin ceramahnya. Masih tercatat dengan baik apa yang dibahas saat itu. 7 rintangan yang ada di jembatan Sirot nanti di yaumil qiyamah.

1.Yang beriman kepada Allah
2.Yang melaksanakan sholat
3.Yang mengeluarkan zakat
4.Yang menjalankan puasa
5.Orang yang mampu berhaji dan melaksanakannya
6.Orang yang mampu umroh dan melaksanakannya
7.Yang menjalin hubungan baik dengan sesama manusia

Yang nomer tujuh yang paling memprihatinkan katanya. Iya sih aku juga nyadar. Beriman sama Allah, sholat dilaksanai, zakat dikeluarin, puasa dijalanin, haji sama umroh mah insyaAllah nanti ada waktunya, tapi hablum minannasnya seperti apa??.

Banyak orang diluar sana yang kayaknya gak suka sama aku, dan pasti itu ada alasannya. Gabisa nyalahin mereka dan maksa mereka buat ngertiin diri ini, faham sama isi hati dan otakku, tau maksud ucapan dan tingkah lakuku. Aku tau ini kesalahanku. Aku yang seharusnya memperbaiki diri.




Bangsa ini harus dijaga sama anak mudanya, bukan cuman lewat pendidikan formal, tapi juga pendidikan moral dan akhlak. Jauh sebelum pemerintah gencar melakukan gerakan revolusi mental, dalam islam udah diajarin etika dan tatakrama yang baik, khususnya di pondok pesantren, para santri diajarin gimana jadi seorang pencar ilmu yang bener.

Kalo diperhatikan dan bandingkan antara mereka yang mondok dan yang engga, bedanya jauh. Patuh dan ta’dzim sama guru semakin memudar, moral mengalami degradasi, sungguh sangat memprihatinkan. Bahkan kemaren-kemaren ini ada kasus seorang guru dibunuh oleh muridnya sendiri. Bayangkan, dimana tatakrama dan ta’dzim sama guru? Gimana mau barokah ilmunya kalo sama guru aja sopan santunnya gaada.

Makannya selalu berbanggalah jadi santri, karena mendapatkan hidayah buat tinggal di penjara suci itu mahal, ga semua orang bisa dapetinyya. Kadang ada yang udah dapet, tapi mereka ga sabar, kalo gak anaknya ya orangtuanya. Itulah pondok pesantren, bukan hanya anak yang dididik tapi juga orangtuanya. Orangtua juga harus tau kapan waktunya jenguk, kapan harus ngirim uang, kapan anaknya boleh pulang, dan yang pasti sabar dan terus do’ain anaknya biar dapet ilmu yang barokah.

Malem itu ada satu sholawat yang membuat hati makin cinta sama Indonesia, Hubbul Wathon. Yaa, kita harus cinta sama tanah air kita karena itu juga merupakan sebagian dari iman. Apalagi pemudanya, harus bisa membangkitlan Indonesia dari keterpurukan, konflik yang tak kunjung henti, degradasi moral yang terus meninggi dan banyak hal lain yang harus mendapatkan perhatian lebih.

Kutatap langit kelam yang dihiasi bintang-bintang. Sebenernya banyak banget yang bisa dijadiin pelajaran di dunia ini, bukan cuman harus pergi ke tempat jauh, nyari yang gaada di kita. Sebenernya hal-hal disekeliling pun bisa menjadi pelajaran dan ilmu untuk bisa ningkatin kualitas hidup.

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Buku | Aku Mendengarmu, Istanbul

Coba Berhenti Sekali Aja

Writer's Block : Antara Kenyataan dan Pembenaran [ sebuah pengakuan dosa ]